Jumat, 24 Juni 2016

Dialog Ramadan



Salat Tarawih dengan Rakaat yang Berbeda

Saya salat Tarawih berpindah, tidak di satu masjid atau musala, dengan jumlah rakaat yang berbeda. Saya pernah mengikuti imam yang 8 rakaat, terkadang juga ikut yang 20 rakaat. Bagaimana hukum salat Tarawih saya? (Nanang, 081335773xxx)

Jawaban :                
Saudara Nanang yang berbahagia, perlu disampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan perbedaan jumlah rakaat salat tarawih sebagaimana terjadi di kalangan kaum Muslim khususnya di Indonesia. Dalam sejarahnya, penyebutan salat tarawih muncul sejalan dengan sifat salat yang mengikuti pola banyak istirahatnya. Hal demikian, juga terjadi dalam memahami praktik salat tarawih sebagaimana dilakukan oleh Nabi SAW. Dari peristiwa ini dapat dipahami bahwa salat tarawih dari segi nama dan jumlah rakaatnya mengalami perbedaan sesuai dengan pemahaman orang yang melakukannya. Ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan jumlah rakaat. Pertama, berasal dari sumber berita mengenai jumlah rakaat salat tarawih. Sumber berita dalam hal ini disebut sebagai periwayatan. Ada sejumlah periwayatan yang menghasilkan pemahaman berbeda. Akibatnya menghasilkan variasi jumlah rakaat salat tarawih yang berbeda pula. Periwayatan yang berasal dari Siti Aisyah merupakan hasil pengamatan dan wawancara kepada Rasulullah mengenai jumlah rakaat salat tarawih yang berjumlah 8 rakaat. Di tambah 3 rakaat salat witir. Dua jumlah dari rakaat tersebut menjadi 11 rakaat.
Sementara riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim memberi informasi yang berbeda mengenai jumlah rakaat salat tarawih. Dalam periwayatan itu disebutkan bahwa Rasulullah melaksanakan salat bersama sahabat pada hari ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh. Laporan dari periwayatan ini memberi informasi bahwa Rasulullah melaksanakan salat dengan 8 rakaat. Selebihnya, para sahabat menyempurnakan salatnya di rumah masing-masing. Ibnu Abbas dalam periwayatannya menyatakan bahwa penyempurnaan salat sahabat di rumah masing-masing itu dilakukan hingga mencapai 20 rakaat dengan 3 rakaat salat witir. Dalam permasalahan ini, pengamatan sahabat dijadikan sebagai parameter untuk menentukan jumlah rakaat.
Selanjutnya, pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab, formulasi salat tarawih semakin disempurnakan. Hal ini disebabkan pola salat tarawih dilaksanakan para sahabat secara terpisah satu dengan yang lain. Formulasi yang dimaksud adalah salat tarawih dilakukan secara berjama’ah.
Kedua, perbedaan rakaat salat tarawih disebabkan persepsi para generasi setelah Nabi dalam memperhitungkan keutamaan Makah sebagai tempat ibadah.  Karenanya, Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah Bani Umayyah yang memimpin pada tahun 99 – 101 Hijriyah menambah rakaat salat tarawih menjadi 36 rakaat. Hal demikian dilaksanakan bagi orang yang berada di luar wilayah Makah agar pahala salatnya menyamai dengan pahala salat di Makah.
Terdapat tiga perbedaan jumlah rakaat salat tarawih dengan argumentasi masing-masing. Perbedaan dalam masalah furu’iyyah (cabang) masalah keagamaan dalam sejarah kaum Muslim menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan. Karenanya, pada posisi bersikap menghadapi perbedaan yang harus lebih ditekankan. Namun, dalam bersikap, seseorang dituntut untuk konsisten dengan pendapat yang diikutinya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Hukum Islam Jurusan Syariah STAIN Kediri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar