Saya
salat Tarawih berpindah, tidak di satu masjid atau musala, dengan jumlah rakaat
yang berbeda. Saya pernah mengikuti imam yang 8 rakaat, terkadang juga ikut yang
20 rakaat. Bagaimana hukum salat Tarawih saya? (Nanang, 081335773xxx)
Jawaban :
Saudara Nanang yang berbahagia, perlu
disampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan perbedaan jumlah rakaat salat
tarawih sebagaimana terjadi di kalangan kaum Muslim khususnya di Indonesia.
Dalam sejarahnya, penyebutan salat tarawih muncul sejalan dengan sifat salat
yang mengikuti pola banyak istirahatnya. Hal demikian, juga terjadi dalam
memahami praktik salat tarawih sebagaimana dilakukan oleh Nabi SAW. Dari
peristiwa ini dapat dipahami bahwa salat tarawih dari segi nama dan jumlah
rakaatnya mengalami perbedaan sesuai dengan pemahaman orang yang melakukannya. Ada
beberapa hal yang menyebabkan perbedaan jumlah rakaat. Pertama, berasal
dari sumber berita mengenai jumlah rakaat salat tarawih. Sumber berita dalam
hal ini disebut sebagai periwayatan. Ada sejumlah periwayatan yang menghasilkan
pemahaman berbeda. Akibatnya menghasilkan variasi jumlah rakaat salat tarawih
yang berbeda pula. Periwayatan yang berasal dari Siti Aisyah merupakan hasil
pengamatan dan wawancara kepada Rasulullah mengenai jumlah rakaat salat tarawih
yang berjumlah 8 rakaat. Di tambah 3 rakaat salat witir. Dua jumlah dari rakaat
tersebut menjadi 11 rakaat.
Sementara riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim
memberi informasi yang berbeda mengenai jumlah rakaat salat tarawih. Dalam
periwayatan itu disebutkan bahwa Rasulullah melaksanakan salat bersama sahabat
pada hari ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh. Laporan dari periwayatan ini
memberi informasi bahwa Rasulullah melaksanakan salat dengan 8 rakaat.
Selebihnya, para sahabat menyempurnakan salatnya di rumah masing-masing. Ibnu
Abbas dalam periwayatannya menyatakan bahwa penyempurnaan salat sahabat di
rumah masing-masing itu dilakukan hingga mencapai 20 rakaat dengan 3 rakaat
salat witir. Dalam permasalahan ini, pengamatan sahabat dijadikan sebagai
parameter untuk menentukan jumlah rakaat.
Selanjutnya, pada masa Khalifah Umar bin
al-Khattab, formulasi salat tarawih semakin disempurnakan. Hal ini disebabkan
pola salat tarawih dilaksanakan para sahabat secara terpisah satu dengan yang
lain. Formulasi yang dimaksud adalah salat tarawih dilakukan secara berjama’ah.
Kedua, perbedaan rakaat salat tarawih disebabkan persepsi para
generasi setelah Nabi dalam memperhitungkan keutamaan Makah sebagai tempat
ibadah. Karenanya, Umar bin Abdul Aziz,
seorang khalifah Bani Umayyah yang memimpin pada tahun 99 – 101 Hijriyah
menambah rakaat salat tarawih menjadi 36 rakaat. Hal demikian dilaksanakan bagi
orang yang berada di luar wilayah Makah agar pahala salatnya menyamai dengan
pahala salat di Makah.
Terdapat tiga perbedaan jumlah rakaat salat
tarawih dengan argumentasi masing-masing. Perbedaan dalam masalah furu’iyyah
(cabang) masalah keagamaan dalam sejarah kaum Muslim menjadi hal yang tidak
dapat dihindarkan. Karenanya, pada posisi bersikap menghadapi perbedaan yang
harus lebih ditekankan. Namun, dalam bersikap, seseorang dituntut untuk
konsisten dengan pendapat yang diikutinya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Hukum Islam
Jurusan Syariah STAIN Kediri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar