Minggu, 19 November 2017

Jawaban DialogJumat Radar, 17 Nopember 2017



Buka Warung Ketika Bulan Ramadan

Assalamua’alaikum Wr. Wb. Saya ingin menanyakan tentang mencari rezeki di Bulan Ramadan dengan membuka warung makan di siang hari ketika sedang waktu puasa. Bagaimana hukumnya ?. (Siska, Kediri, 085731139xxx)

Jawaban :
Saudari Siska yang berbahagia, meski saat ini kita tidak berada di bulan Ramadan, bulan dimana umat Muslim diwajibkan melaksanakan puasa dengan segala ketentuan-ketentuannya, tidak ada salahnya pertanyaan tersebut menjadi bahagian dari menuntut ilmu dan media saling mengingatkan di antara kita. Dan telah kita ketahui bersama, bahwa masalah tersebut telah menjadi polemik di kalangan masyarakat. Karenanya, perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, dalam masyarakat yang homogen dalam pengertian hanya terdapat satu jenis agama yang sama yakni masyarakat Muslim, maka menjual makanan di siang hari pada bulan Ramadan dinyatakan sebagai bentuk kemaksiatan. Tentu dengan argumentasi, jika diduga kuat bahwa pembeli makanan tersebut akan mengkonsumsinya sebagai tanda tidak melaksanakan puasa dengan tanpa alasan. Sementara, puasa merupakan kewajiban individual bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat-syarat melaksanakannya. Pada titik ini, membuka warung dalam pengertian memberi kesempatan pada orang lain untuk tidak berpuasa dinyatakan sebagai bentuk ketidaktaatan pada ajaran agama. Dan ketidaktaatan itu dinyatakan sebagai bentuk dosa. Karenanya, membuka warung untuk tujuan di atas tidak dapat dibenarkan.
Kedua, sebagaimana kita ketahui bersama berkaitan dengan merebaknya fenomena penawaran kuliner pada siang hari di bulan Ramadan. Jika hal tersebut dimaksudkan untuk menyediakan aneka olahan atau masakan untuk kepentingan berbuka puasa, tentu penjualan aneka makanan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk kemaksiatan. Sebaliknya, dikategorikan sebagai jawaz (boleh). Selaras dengan bagian kedua ini, jika penawaran kuliner dimaksud untuk melayani orang-orang yang tidak dalam kategori wajib melakukan puasa seperti musafir, wanita yang menjalani nifas/haid, orang sakit atau anak kecil.  
Ketiga, dalam perspektif kemaslahatan, terutama melihat fenomena penjualan kuliner maupun beroperasinya warung makan di siang hari pada bulan Ramadan dalam masyarakat yang majemuk, penyelesaian masalah ini sepatutnya diserahkan pada kebijakan pemerintah. Diktum kebijakan penguasa ini, dalam kaidah fikih dinyatakan bahwa seluruh kebijakan pemerintah harus senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat yang dimaksud menyangkut kebutuhan dan hak bagi setiap warga negara. Untuk kepentingan tersebut perlu dibentuk regulasi yang memadai. Bahwa hak setiap warga harus senantiasa menjadi jaminan negara. Karenanya, lapangan pekerjaan dengan membuka warung dapat disesuaikan dengan situasi dan keadaan masyarakatnya. Sekedar untuk memberikan gambaran situasi ini, warung makan dan yang sejenis dapat diberi ruang terbatas dengan tidak melebihi kapasitasnya mengganggu orang yang berpuasa. Sebaliknya, tidak mengekangnya hingga menghilangkan hak masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Hukum Islam Jurusan Syariah STAIN Kediri.





 

Sambutan Bloger's di Pembukaan Konferensi Cabang NU, Jumat 17 Nopember 2017



Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Para Alim, Para Ulama, Para Kyai, Para Masayikh yang kami hormati
Yth, Forkopimda Kabupaten Kediri
Yth,  Bupati Kediri, dr. Hj. Haryanti atau yang mewakili
Yth, Bapak Kapolres Kediri,
Yth, Bapak Dandim 0809,
Yth, Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri
Yth, Pengadilan Agama Kabupaten Kediri
Yth, Kepala Kejaksaan Negeri Kediri
Yth, Pengurus Wilayah NU Jawa Timur
Yth, Segenap Pengasuh PP Hidayatus Sholihin sebagai shohibul bait.
Yth, Para Kyai dan Pengasuh Pondok Pesantren
Yth, Pengurus Cabang NU Masa Khidmat 2012-2017
Yth, Pimpinan Cabang Badan Otonom NU Kabupaten Kediri
Yth, Peserta Konferensi Cabang NU Kabupaten Kediri ke 10
Yth, Partai Politik yang berkenan hadir
Yth, Kasi Kesbanglinmas Pemerintah Kabupaten Kediri, Bapak Mujahid.

Hadirin-Hadirat yang dimulyakan Allah
Sebagai ungkapan rasa syukur, perkenankanlah kami menghaturkan ungkapan puja-puji sanjung kepada Allah Yang Maha Berkehendak atas limpahan taufiq, hidayah dan ridoNya sehingga kami mampu melaksanakan amanah konferensi cabang NU yang ke 10 dalam keadaan kondusif, bersahaja dan bermakna. Semoga ungkapan rasa syukur ini menjadi sababiyah dibukanya pintu kenikmatan yang lebih besar dalam berkhidmah kepada jamiyyah yang kita cintai, Nahdlatul Ulama’.
Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, kerabat dan sahabatnya dan umatNya dengan harapan semoga kita senantiasa berada dalam panji-panjinya kelak di hari kebangkitan.

Hadirin-Hadirat yang kami mulyakan
Sekapur sirih prakata ini ingin kami sampaikan sebagai ungkapan rasa bahagia dalam peristiwa penting pada hari ini.
Pertama, kami sampaikan terima kasih kepada para tamu undangan yang hadir dalam event ini. Sekaligus kami mohon doa restu untuk kelancaran dan kemudahan kegiatan konferensi ini hingga penghujung acara. Kami merasa perlu untuk sak yeg sak eko proyo, tanpa kehadiran bapak/ibu sekalian tentu tidak memiliki arti apa-apa. Karenanya, sebagai penyambung tali silaturrahim, moment penting ini dapat menjadikan tegaknya kebersamaan dalam membangun jam’iyyah kita untuk semakin memenuhi harapan mu’assis dan lebih dari itu sebagai tanda kecintaan kita kepada Indonesia, Negeri yang kita cintai.

Hadirin-Hadirat yang kami mulyakan
Konferensi ini mengambil tema, Meneguhkan jati diri keulamaan dan kebangsaan dalam mewujudkan Islam sebagai rahmat semesta, sebagai rahmatan lil ‘alamin. Tema ini sengaja dipilih karena memiliki makna penting dan mendasar.  Fenomena radikalisme, liberalisme dan memuncak dalam memaknai hubungan agama dan negara menjadi kian jauh dari kesadaran Islam sebagai rahmat. Sebaliknya, pemaknaan yang tergesa-gesa dan tidak mendalam menjadikan Islam sebagai agama rahmat ini berbalik menjadi malapetaka kemanusiaan. Bola panas dari api pemahaman yang tersesat itu berubah menjadi nestapa panjang kaum muslim di belahan dunia lain, tepatnya di Timur Tengah. Namun tidak di sini. Di Nusantara, Islam justru memberi warna yang menyejukkan. Jauh dari pemahaman yang serba harfiyah.
Dengan didorong oleh semangat kesemestaan, Islam disemaikan dalam pertemuan yang indah dengan budaya lokal. Karena itu, kita patut bersyukur dan bangga bahwa penyemai kesejukan itu adalah jam’iyyah kita, Nahdlatul Ulama.  Klaim ini tentu tidak berlebihan mengingat akar Nahdlatul Ulama telah berlangsung ratusan tahun silam. Pengalaman merawat sejarah ini tak bisa dihargai dengan apapun kecuali kecintaan kita dengan Indonesia. Indonesia adalah kita. Kita adalah Nahdlatul Ulama.

Hadirin-Hadirat yang kami mulyakan
Selaku ketua panitia konferensi, perlu kami laporkan bahwa,
Pertama, sebagai rangkaian konferensi, sidang komisi telah dilaksanakan pada tanggal 1-4 Nopember 2017 dengan perincian sebagai berikut :
a. Sidang Komisi A (Organisasi) Rabu, 1 Nop 2017
b. Sidang Komisi B (Program) Kamis, 2 Nop 2017
c. Sidang Komisi C  (Tausiyah/Rekomendasi) Jumat, 3 Nopember 2017
d. Sidang Komisi D (Bahtsul Masail) Sabtu, 4 Nopember 2017.

Selepas acara pembukaan ini, besok, Sabtu, 18 Nopember 2017 akan digelar berbagai kegiatan yakni sidang pleno dimulai pleno tatib, komisi dan pleno LPJ. Dan Sabtu malam akan digelar penetapan Rais Syuriah dan pemilihan Ketua Tanfidziyah masa khidmat 2017-2022.
Sementara itu, menurut catatan kesekretariatn peserta konferensi diikuti oleh 26 MWC dan .................ranting. 

Hadirin-Hadirat yang kami mulyakan
Sebagai penutup dari sambutan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi dan bantuan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu teriring do’a jazakummullah khairal jaza’. Dan permohonan maaf atas segala kekurangan dan ketidaknyamanan selama berada di arena konferensi.
Akhirnya, kami ucapkan selamat berkonferensi, semoga Konferensi Cabang NU yang ke 10 ini senantiasa menghasilkan keputusan-keputusan strategis dan penting serta menghasilkan profil pemimpin yang berkhidmah dengan tulus bagi kemajuan dan kejayaan Nahdlatul Ulama.

Wallahul Muwafiq ila aqwamit thariq.