Senin, 13 Oktober 2014

Dialog Jumat Radar Kediri



Berjamaah dengan Orang yang Salat Sunah
Assalamu’alaikum Wr. Wb,
Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya jika berjamaah dengan orang yang sedang salat sunah? Jika boleh, mohon dijelaskan dengan dalilnya. Terima kasih penjelasannya.
(Khoirul Tamamy, Ponpes Hidayatul  Mubtadien Tegal Arum, Pojok, Mojoroto)

Jawaban :
Saudara Khoirul Tamamy yang berbahagia. Ada tiga hal yang dapat disampaikan terkait dengan isi pertanyaan Saudara. Pertama berkaitan dengan hukum orang yang berjamaah dengan orang yang salat sunah sementara ia bertujuan melakukan salat fardu. Kedua, dalam posisi yang sama berjamaah dengan orang yang sama-sama melakukan  salat sunah. Ketiga lebih diasumsikan berjamaah dengan orang yang tidak diketahui apakah ia melakukan salat fardu atau sunah. Karena itu perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut. Pertama menurut pendapat ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa orang yang berjamaah dengan orang yang salat sunah sementara ia sendiri bertujuan melakukan salat fardu maka salatnya masuk dalam kategori sah. Dasar keabsahan tersebut disandarkan pada praktik Nabi ketika menjadi imam salat dalam peristiwa persengketaan Bani Sulaim sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakrah. Nabi membagi sahabatnya menjadi dua kelompok. Lantas Beliau salat berjamaah dengan kelompok pertama dalam melaksanakan salat Maghrib. Usai salat berjamaah tersebut, Nabi menjadi imam untuk kelompok yang kedua dengan bilangan rakaat genap. Dengan demikian, kelompok yang kedua menjadi makmum dalam salat sunah yang dikerjakan Nabi. Sementara mereka melaksanakan salat Maghrib dalam bilangan tiga rakaat.
Atas dasar praktik Nabi, ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa orang yang berjamaah dengan orang yang salat sunah adalah sah sementara mereka bertujuan salat fardu atau sebaliknya. Ataupun sama-sama dalam keadaan melaksanakan salat sunah. Perbedaan niat, derajat salat (salat ada’ - tepat waktu - dan qadla’ – tidak tepat waktu -), dan perbedaan rakaat salat dengan sendirinya tidak menggugurkan sahnya salat dengan syarat salat yang dilakukan dalam tata cara (nidzam) yang sama. Lain halnya jika tata cara salatnya berbeda semisal salat jenazah atau salat gerhana, maka salat dengan keadaan demikian tidak diperkenankan dilakukan. Karenanya, salat yang dilaksanakan dengan tata cara yang berbeda tersebut akan berakibat meninggalkan rukun salatnya dan tentu tidak sah. Dengan demikian permasalahan yang pertama dan kedua dapat diselesaikan dengan pendapat ulama’ Syafi’iyah ini.
Kedua, perlu disampaikan bahwa mereka yang tidak mengetahui niat salat orang yang menjadi imamnya baik fardu atau sunah untuk disesuaikan dengan niat salatnya, maka salat berjamaahnya  adalah sah. Karena perbedaan niat tersebut tidak menjadikan keburukan dalam pelaksanaan salat (la yadurru ikhtilafu niyatil imam wa al-makmum li ‘adami fahsyil mukhalafati fi hima). Dan sebagian dari pendapat tentang masalah ini (perbedaan niat) adalah makruh dengan tanpa menghilangkan keutamaan adanya salat tersebut. Untuk periksa dapat di lihat dalam Hasyiyah al-Bajuri juz I halaman 205. Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar