Berjamaah
dengan Orang yang Salat Sunah
Assalamu’alaikum
Wr. Wb,
Saya
ingin bertanya bagaimana hukumnya jika berjamaah dengan orang yang sedang salat
sunah? Jika boleh, mohon dijelaskan dengan dalilnya. Terima kasih
penjelasannya.
(Khoirul
Tamamy, Ponpes Hidayatul Mubtadien Tegal
Arum, Pojok, Mojoroto)
Jawaban
:
Saudara
Khoirul Tamamy yang berbahagia. Ada tiga hal yang dapat disampaikan terkait
dengan isi pertanyaan Saudara. Pertama berkaitan dengan hukum orang yang
berjamaah dengan orang yang salat sunah sementara ia bertujuan melakukan salat
fardu. Kedua, dalam posisi yang sama berjamaah dengan orang yang
sama-sama melakukan salat sunah. Ketiga
lebih diasumsikan berjamaah dengan orang yang tidak diketahui apakah ia
melakukan salat fardu atau sunah. Karena itu perlu dijelaskan hal-hal sebagai
berikut. Pertama menurut pendapat ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa
orang yang berjamaah dengan orang yang salat sunah sementara ia sendiri
bertujuan melakukan salat fardu maka salatnya masuk dalam kategori sah. Dasar
keabsahan tersebut disandarkan pada praktik Nabi ketika menjadi imam salat
dalam peristiwa persengketaan Bani Sulaim sebagaimana diriwayatkan oleh Abu
Bakrah. Nabi membagi sahabatnya menjadi dua kelompok. Lantas Beliau salat
berjamaah dengan kelompok pertama dalam melaksanakan salat Maghrib. Usai salat
berjamaah tersebut, Nabi menjadi imam untuk kelompok yang kedua dengan bilangan
rakaat genap. Dengan demikian, kelompok yang kedua menjadi makmum dalam salat
sunah yang dikerjakan Nabi. Sementara mereka melaksanakan salat Maghrib dalam
bilangan tiga rakaat.
Atas
dasar praktik Nabi, ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa orang yang berjamaah
dengan orang yang salat sunah adalah sah sementara mereka bertujuan salat fardu
atau sebaliknya. Ataupun sama-sama dalam keadaan melaksanakan salat sunah.
Perbedaan niat, derajat salat (salat ada’ - tepat waktu - dan qadla’
– tidak tepat waktu -), dan perbedaan rakaat salat dengan sendirinya tidak
menggugurkan sahnya salat dengan syarat salat yang dilakukan dalam tata cara (nidzam)
yang sama. Lain halnya jika tata cara salatnya berbeda semisal salat jenazah
atau salat gerhana, maka salat dengan keadaan demikian tidak diperkenankan
dilakukan. Karenanya, salat yang dilaksanakan dengan tata cara yang berbeda
tersebut akan berakibat meninggalkan rukun salatnya dan tentu tidak sah. Dengan
demikian permasalahan yang pertama dan kedua dapat diselesaikan dengan pendapat
ulama’ Syafi’iyah ini.
Kedua,
perlu disampaikan bahwa mereka yang tidak mengetahui niat salat orang yang
menjadi imamnya baik fardu atau sunah untuk disesuaikan dengan niat salatnya,
maka salat berjamaahnya adalah sah.
Karena perbedaan niat tersebut tidak menjadikan keburukan dalam pelaksanaan
salat (la yadurru ikhtilafu niyatil imam wa al-makmum li ‘adami fahsyil mukhalafati
fi hima). Dan sebagian dari pendapat tentang masalah ini (perbedaan niat)
adalah makruh dengan tanpa menghilangkan keutamaan adanya salat tersebut. Untuk
periksa dapat di lihat dalam Hasyiyah al-Bajuri juz I halaman 205. Wallahu
A’lam bi al-Shawab.
Zayad
Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar