Senin, 13 Oktober 2014

Dialog Jumat Radar Kediri



Takjil Buka Puasa dari Dana Infak Jumat
Assalamualaikum Wr. Wb.
Di masjid kami setiap sore membagikan buka puasa yang uangnya diambilkan dari infak Jumat. Bolehkah hal tersebut dan sampai batas apa kebolehannya. Mengingat masjid kami, masjid wakaf. Terima kasih. (Data nasi 70 bungkus porsi separo dengan lauk sekadarnya (telur separo).
(Ibrahim, Kediri, 085735592xxx)
Jawaban :
Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Sebelum menjawab pertanyaan Saudara Ibrahim, kami ucapkan terimakasih atas pertanyaan Saudara  dengan harapan  dialog ini dapat meningkatkan kualitas puasa kita bersama. Ada dua hal penting terkait dengan pertanyaan di atas. Pertama, definisi infak beserta penggunaan dana yang berasal dari infak. Kedua, kaitan dengan kewenangan masjid wakaf yang diberi amanah untuk mengelola dana infak.
Secara istilah, infak merupakan pemberian kepada manusia atau lembaga baik disertai dengan kesukarelaan ataupun tidak. Istilah ini lebih menunjukkan kepada arti pemberian belaka. Dengan demikian, penggunan istilah infak dapat mencakup istilah sadaqah dan zakat. Namun titik tekan dalam persoalan ini bukan kepada bentuk infak, tetapi lebih kepada penggunaan infak tersebut. Definisi terkait penggunaan infak dapat dilihat dari pendapat al-Jurjani dalam karyanya al-Ta’rifat. Beliau menyatakan bahwa infak merupakan penggunaan harta untuk memenuhi kebutuhan seseorang atau lembaga. Dengan demikian, infak bersifat konsumtif. Dari pernyataan tersebut infak dapat digunakan untuk kebutuhan perseorangan atau lembaga.
Dalam kenyataannya, infak mempunyai kemungkinan untuk diberikan kepada orang lain atau lembaga lain. Jelasnya, infak telah mengalir dalam tingkat kedua dalam derajat pemberian. Setelah diberikan kepada seseorang atau lembaga lantas diberikan kepada seseorang atau lembaga dalam derajat pemberian yang ketiga. Pola ini dalam ketentuan agama tidak diatur secara spesifik. Bahkan pemberian infak dapat terjadi jatuh ke tangan pemberi yang pertama dan praktik ini dinyatakan sebagai hal yang tidak dihubungkan ke dalam ketentuan syariat namun lebih dikaitkan dengan persoalan teologis. Artinya kekuasaan Tuhan yang menghendaki pemberian infak itu jatuh ke tangan pemberi yang pertama. Dalam persoalan ini, infak tersebut tetap dinyatakan sebagai pemberian yang tidak melanggar norma-norma kepatutan pemberian, kecuali kalau infak ditujukan untuk perbuatan yang melanggar norma-norma agama semisal mendukung kelompok pemadat, persekongkolan perjudian, menyuburkan prostitusi dan lain-lain. Dengan demikian, penggunaan uang infak untuk takjil tidak melanggar kepatutan pemberian.
Persoalan yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah penggunaan infak tersebut seyogyanya digunakan dalam koridor kesepakatan pengurus takmir masjid. Hal ini perlu dilakukan agar penggunaan dana infak senantiasa memenuhi kemaslahatan bagi kepentingan banyak pihak.
Sementara permasalahan kewenangan masjid wakaf  dalam mengelola penggunaan dana infak tersebut tidak berkaitan dengan pemberian takjil. Baik masjid wakaf maupun non-wakaf mempunyai kesamaan dalam mengelola dana infak secara akuntabel (amanah) dan transparan (maslahat). Wallahu a’lam bi al-shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar