Takjil
Buka Puasa dari Dana Infak Jumat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Di
masjid kami setiap sore membagikan buka puasa yang uangnya diambilkan dari
infak Jumat. Bolehkah hal tersebut dan sampai batas apa kebolehannya. Mengingat
masjid kami, masjid wakaf. Terima kasih. (Data nasi 70 bungkus
porsi separo dengan lauk sekadarnya (telur separo).
(Ibrahim, Kediri, 085735592xxx)
Jawaban :
Wa’alaikumussalam
Wr. Wb. Sebelum menjawab pertanyaan
Saudara Ibrahim, kami ucapkan terimakasih atas pertanyaan Saudara dengan harapan dialog ini dapat meningkatkan kualitas puasa
kita bersama. Ada dua hal penting terkait dengan pertanyaan di atas. Pertama,
definisi infak beserta penggunaan dana yang berasal dari infak. Kedua,
kaitan dengan kewenangan masjid wakaf yang diberi amanah untuk mengelola dana
infak.
Secara
istilah, infak merupakan pemberian kepada manusia
atau lembaga baik disertai dengan kesukarelaan ataupun tidak. Istilah ini lebih
menunjukkan kepada arti pemberian belaka. Dengan demikian, penggunan istilah
infak dapat mencakup istilah sadaqah dan zakat. Namun titik tekan dalam persoalan ini
bukan kepada bentuk infak, tetapi lebih kepada penggunaan infak tersebut.
Definisi terkait penggunaan infak dapat dilihat dari pendapat al-Jurjani dalam
karyanya al-Ta’rifat. Beliau menyatakan bahwa infak merupakan penggunaan
harta untuk memenuhi kebutuhan seseorang atau lembaga. Dengan demikian, infak
bersifat konsumtif. Dari pernyataan tersebut infak dapat digunakan untuk
kebutuhan perseorangan atau lembaga.
Dalam
kenyataannya, infak mempunyai kemungkinan untuk diberikan kepada orang lain
atau lembaga lain. Jelasnya, infak telah mengalir dalam tingkat kedua dalam
derajat pemberian. Setelah diberikan kepada seseorang atau lembaga lantas
diberikan kepada seseorang atau lembaga dalam derajat pemberian yang ketiga. Pola
ini dalam ketentuan agama tidak diatur secara spesifik. Bahkan pemberian infak
dapat terjadi jatuh ke tangan pemberi yang pertama dan praktik ini dinyatakan
sebagai hal yang tidak dihubungkan ke dalam ketentuan syariat namun lebih
dikaitkan dengan persoalan teologis. Artinya kekuasaan Tuhan yang menghendaki
pemberian infak itu jatuh ke tangan pemberi yang pertama. Dalam persoalan ini,
infak tersebut tetap dinyatakan sebagai pemberian yang tidak melanggar
norma-norma kepatutan pemberian, kecuali kalau infak ditujukan untuk perbuatan
yang melanggar norma-norma agama semisal mendukung kelompok pemadat, persekongkolan
perjudian, menyuburkan prostitusi dan lain-lain. Dengan demikian, penggunaan
uang infak untuk takjil tidak melanggar kepatutan pemberian.
Persoalan
yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah penggunaan infak tersebut seyogyanya
digunakan dalam koridor kesepakatan pengurus takmir masjid. Hal ini perlu
dilakukan agar penggunaan dana infak senantiasa memenuhi kemaslahatan bagi
kepentingan banyak pihak.
Sementara
permasalahan kewenangan masjid wakaf
dalam mengelola penggunaan dana infak tersebut tidak berkaitan dengan
pemberian takjil. Baik masjid wakaf maupun non-wakaf mempunyai kesamaan dalam
mengelola dana infak secara akuntabel (amanah) dan transparan (maslahat).
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Zayad
Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar