Menyuapi Anjing dengan Tangan Sendiri
Di tempat kerjaku ada peliharaan anjing kecil
yang lucu, aku sering bermain dengannya dan kadang menyuapi dengan tanganku
sendiri. Ada yang bilang anjing itu najis. Padahal hewan ini kan ciptaan Allah
juga, bagaimana sebenarnya hukumnya menurut Islam?
(Nia, Kediri, 082338388xxx)
Jawaban :
Saudari
Nia yang berbahagia, berkaitan dengan keadaan di tempat kerja saudari perlu
dijelaskan hal-hal sebagai berikut. Pertama, menyuapi anjing dengan tangan
merupakan hal yang diperbolehkan. Namun
yang perlu diperhatikan adalah bila air liur anjing mengenai salah satu anggota
badan, maka perlu dibasuh sampai tujuh kali. Sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. yang menyatakan,”Jika anjing minum di
bejana kalian, maka cucilah (bejana tersebut) tujuh kali”. Hadis ini dijadikan
dasar Jumhur Ulama’ (mayoritas ulama’) menetapkan kenajisan air liur anjing. Adanya
perintah mencuci sampai tujuh kali mengindikasikan bahwa air liur anjing itu
najis. Adapun tata cara pencuciannya menggunakan tanah dalam salah satu
pentahapannya.
Kedua,
perlu disampaikan berkaitan dengan kenajisan air liurnya, ulama’ Syafiiyah berpendapat
bahwa seluruh tubuh anjing juga ditetapkan sebagai najis. Hal ini berkaitan
langsung dengan asal-usul air liur yang berasal dari satu kesatuan tubuh
anjing. Hal ini didukung pernyataan Rasulullah SAW bahwa hasil penjualan anjing
merupakan hal yang dilarang sebagai hal yang buruk. Jelasnya, pernyataan ini
menguatkan bukti bahwa keseluruhan tubuh anjing adalah najis.
Ketiga,
perlu diperhatikan bahwa dalam melaksanakan perintah Allah terdapat satu
penegasan untuk mentaatinya. Hal ini dimaksudkan sebagai penghambaan diri (ta’abbud)
kepada Sang Pencipta. Dalam keadaan demikian seorang hamba diwajibkan
mentaatinya secara total. Berkaitan dengan hal tersebut dalam batas-batas
diperintah maupun dilarang terdapat hal-hal yang bersifat kebaikan (hikmah).
Meski anjing adalah ciptaan Allah dalam batas-batas tertentu dinyatakan najis,
namun dalam kapasitasnya sebagai sesama ciptaan
Tuhan, ia juga wajib untuk dilindungi, diperlakukan secara baik dan penuh kasih
sayang. Karenanya, pernyataan kenajisan anjing tidak serta merta menghilangkan
perlakuan baik kepada sesame makhluk Allah. Sementara, hokum kenajisannya
dinyatakan sebagai hal yang mempunyai sifat kebaikan juga. Tidakkah Allah
memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih putranya, Ismail sebagai hal yang
terlarang?. Namun, di belakang peristiwa tersebut, Nabi Ibrahim justru mendapat
kemulyaan sebagai kekasih Allah. Bukankah kemulyaan itu berasal dari rasa
ketundukan diri (ta’abbud) kepada Tuhannya?. Karena itu, meski anjing
dinyatakan najis, tentulah terdapat kebaikan dan hikmah atas najisnya. Wallahu
A’lam bi al-Shawab.
Zayad
Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar