Jumat, 20 September 2013

Dialog Jumat Radar Kediri, 13 Sept 2013


Menyuapi Anjing dengan Tangan Sendiri
Di tempat kerjaku ada peliharaan anjing kecil yang lucu, aku sering bermain dengannya dan kadang menyuapi dengan tanganku sendiri. Ada yang bilang anjing itu najis. Padahal hewan ini kan ciptaan Allah juga, bagaimana sebenarnya hukumnya menurut Islam?
(Nia, Kediri, 082338388xxx)
Jawaban :
Saudari Nia yang berbahagia, berkaitan dengan keadaan di tempat kerja saudari perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut. Pertama, menyuapi anjing dengan tangan merupakan hal yang diperbolehkan.  Namun yang perlu diperhatikan adalah bila air liur anjing mengenai salah satu anggota badan, maka perlu dibasuh sampai tujuh kali. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. yang menyatakan,”Jika anjing minum di bejana kalian, maka cucilah (bejana tersebut) tujuh kali”. Hadis ini dijadikan dasar Jumhur Ulama’ (mayoritas ulama’) menetapkan kenajisan air liur anjing. Adanya perintah mencuci sampai tujuh kali mengindikasikan bahwa air liur anjing itu najis. Adapun tata cara pencuciannya menggunakan tanah dalam salah satu pentahapannya.
Kedua, perlu disampaikan berkaitan dengan kenajisan air liurnya, ulama’ Syafiiyah berpendapat bahwa seluruh tubuh anjing juga ditetapkan sebagai najis. Hal ini berkaitan langsung dengan asal-usul air liur yang berasal dari satu kesatuan tubuh anjing. Hal ini didukung pernyataan Rasulullah SAW bahwa hasil penjualan anjing merupakan hal yang dilarang sebagai hal yang buruk. Jelasnya, pernyataan ini menguatkan bukti bahwa keseluruhan tubuh anjing adalah najis.
Ketiga, perlu diperhatikan bahwa dalam melaksanakan perintah Allah terdapat satu penegasan untuk mentaatinya. Hal ini dimaksudkan sebagai penghambaan diri (ta’abbud) kepada Sang Pencipta. Dalam keadaan demikian seorang hamba diwajibkan mentaatinya secara total. Berkaitan dengan hal tersebut dalam batas-batas diperintah maupun dilarang terdapat hal-hal yang bersifat kebaikan (hikmah). Meski anjing adalah ciptaan Allah dalam batas-batas tertentu dinyatakan najis, namun dalam kapasitasnya sebagai sesama  ciptaan Tuhan, ia juga wajib untuk dilindungi, diperlakukan secara baik dan penuh kasih sayang. Karenanya, pernyataan kenajisan anjing tidak serta merta menghilangkan perlakuan baik kepada sesame makhluk Allah. Sementara, hokum kenajisannya dinyatakan sebagai hal yang mempunyai sifat kebaikan juga. Tidakkah Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih putranya, Ismail sebagai hal yang terlarang?. Namun, di belakang peristiwa tersebut, Nabi Ibrahim justru mendapat kemulyaan sebagai kekasih Allah. Bukankah kemulyaan itu berasal dari rasa ketundukan diri (ta’abbud) kepada Tuhannya?. Karena itu, meski anjing dinyatakan najis, tentulah terdapat kebaikan dan hikmah atas najisnya. Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar