Senin, 28 Oktober 2013

Dialog Jumat, Radar Kediri, 1 Nopember 2013


Amal Pemimpin Yang Dzalim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Apakah benar jika pemimpin yang dzalim kepada masyarakatnya, kelak amal kebaikannya diberikan kepada yang dizalimi ? Jika tidak tentu pemimpin yang sekarang akan berbuat zalim kepada masyarakatnya karena itu hal biasa. Terima kasih.
(Yanto, Nganjuk, 085649237xxx)
Jawaban :
Saudara Yanto yang berbahagia, secara prinsip pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah bersabda,”Ingatlah, masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban dari yang dipimpin. Seorang penguasa yang memimpin rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang perempuan adalah penjaga rumah suaminya dan anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang budak adalah penjaga harta majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas harta tersebut. Masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka”. 
Atas dasar hadis di atas semua orang juga akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang menjadi peran dan tugasnya di muka bumi ini. Demikian juga dalam lingkup kepemimpinan yang lebih bersifat luas seperti kepala daerah maupun kepala negara dalam pengertian politik akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan kapasitas masing-masing.  Secara lebih spesifik, pertanggungjawaban penguasa zalim digambarkan al-Quran sebagaimana dalam surat al-Saffat ayat 20-26 yang artinya :” Inilah hari keputusan yang selalu kamu dustakan. Kepada malaikat diperintahkan,”Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah mereka jalan ke neraka.  Dan tahanlah mereka (di tempat pemberhentian) karena sesungguhnya merea akan ditanya, “Mengapa kamu tidak tolong menolong ?”. Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri”.
Jelasnya, semua pemimpin publik akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan kinerjanya masing-masing. Tidak ada kata bebas di dalam ruang keberagamaan seseorang terkait dengan perbuatan yang merugikan orang lain baik dalam skala besar kecil semisal pemiskinan kepada kelompok tertentu, diskriminasi perlakuan dalam pemerolehan hak, korupsi, maupun penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Dalam kategori hubungan antara penguasa dan rakyat, maka kezaliman ini masuk dalam kategori ketiga yakni berbuat zalim kepada orang lain (dzulmul insan ila ghairihi) di samping terdapat dua kategori lain yakni berbuat zalim kepada Tuhan (dzulmul insan lirabbih) dan berbuat zalim kepada dirinya sendiri  (dzulmul insan nafsahu). Semuanya tentu harus dipertanggungjawabkan.  
Secara operasional Allah telah menggambarkan tata cara memberi balasan atas perilaku aniaya. Sebagaimana terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan pentahapan sebagai berikut. Pertama,  kezaliman yang berhubungan dengan orang lain dapat diselesaikan dengan meminta maaf. Kedua, bila tidak didapati permintaan maaf maka kebaikan orang atau pihak yang menzalimi diberikan kepada orang yang dizalimi. Ketiga, bila tahap kedua tidak dapat dipenuhi maka dosa-dosa orang yang dizalimi diberikan kepada orang yang menzalimi. Karena itu, realisasi atas hukuman bagi orang yang berbuat aniaya adalah niscaya sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 42-43 yang artinya : Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak”. Wallahu a’lam bi al-Shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar