Amal Pemimpin Yang Dzalim
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Apakah
benar jika pemimpin yang dzalim kepada masyarakatnya, kelak amal kebaikannya
diberikan kepada yang dizalimi ? Jika tidak tentu pemimpin yang sekarang akan
berbuat zalim kepada masyarakatnya karena itu hal biasa. Terima kasih.
(Yanto,
Nganjuk, 085649237xxx)
Jawaban
:
Saudara
Yanto yang berbahagia, secara prinsip pemimpin akan dimintai
pertanggungjawabannya sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
bahwasanya Rasulullah bersabda,”Ingatlah, masing-masing dari kamu adalah
pemimpin dan masing-masing dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban dari yang
dipimpin. Seorang penguasa yang memimpin rakyatnya akan dimintai
pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi
keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang perempuan
adalah penjaga rumah suaminya dan anaknya dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban atas mereka. Seorang budak adalah penjaga harta majikannya
dan akan dimintai pertanggungjawaban atas harta tersebut. Masing-masing dari
kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka”.
Atas
dasar hadis di atas semua orang juga akan dimintai pertanggungjawaban atas apa
yang menjadi peran dan tugasnya di muka bumi ini. Demikian juga dalam lingkup
kepemimpinan yang lebih bersifat luas seperti kepala daerah maupun kepala
negara dalam pengertian politik akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan
kapasitas masing-masing. Secara lebih
spesifik, pertanggungjawaban penguasa zalim digambarkan al-Quran sebagaimana dalam
surat al-Saffat ayat 20-26 yang artinya :” Inilah hari keputusan yang selalu
kamu dustakan. Kepada malaikat diperintahkan,”Kumpulkanlah orang-orang yang
zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, maka tunjukkanlah mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka (di tempat pemberhentian)
karena sesungguhnya merea akan ditanya, “Mengapa kamu tidak tolong menolong ?”.
Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri”.
Jelasnya,
semua pemimpin publik akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan kinerjanya
masing-masing. Tidak ada kata bebas di dalam ruang keberagamaan seseorang
terkait dengan perbuatan yang merugikan orang lain baik dalam skala besar kecil
semisal pemiskinan kepada kelompok tertentu, diskriminasi perlakuan dalam
pemerolehan hak, korupsi, maupun penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Dalam
kategori hubungan antara penguasa dan rakyat, maka kezaliman ini masuk dalam kategori
ketiga yakni berbuat zalim kepada orang lain (dzulmul insan ila ghairihi)
di samping terdapat dua kategori lain yakni berbuat zalim kepada Tuhan (dzulmul
insan lirabbih) dan berbuat zalim kepada dirinya sendiri (dzulmul insan nafsahu). Semuanya tentu
harus dipertanggungjawabkan.
Secara
operasional Allah telah menggambarkan tata cara memberi balasan atas perilaku
aniaya. Sebagaimana terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dengan pentahapan sebagai berikut. Pertama, kezaliman yang berhubungan dengan orang lain
dapat diselesaikan dengan meminta maaf. Kedua, bila tidak didapati permintaan
maaf maka kebaikan orang atau pihak yang menzalimi diberikan kepada orang yang
dizalimi. Ketiga, bila tahap kedua tidak dapat dipenuhi maka dosa-dosa orang
yang dizalimi diberikan kepada orang yang menzalimi. Karena itu, realisasi atas
hukuman bagi orang yang berbuat aniaya adalah niscaya sebagaimana firman Allah
dalam surat Ibrahim ayat 42-43 yang artinya : “Dan janganlah sekali-kali kamu
(Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang
yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang
pada waktu itu mata (mereka) terbelalak”. Wallahu a’lam bi al-Shawab.
Zayad
Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar