Buka
Warung Ketika Bulan Ramadan
Assalamua’alaikum
Wr. Wb. Saya ingin menanyakan tentang mencari rezeki di Bulan Ramadan dengan
membuka warung makan di siang hari ketika sedang waktu puasa. Bagaimana
hukumnya ?. (Siska, Kediri, 085731139xxx)
Jawaban
:
Saudari
Siska yang berbahagia, meski saat ini kita tidak berada di bulan Ramadan, bulan
dimana umat Muslim diwajibkan melaksanakan puasa dengan segala
ketentuan-ketentuannya, tidak ada salahnya pertanyaan tersebut menjadi bahagian
dari menuntut ilmu dan media saling mengingatkan di antara kita. Dan telah kita
ketahui bersama, bahwa masalah tersebut telah menjadi polemik di kalangan
masyarakat. Karenanya, perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, dalam
masyarakat yang homogen dalam pengertian hanya terdapat satu jenis agama yang
sama yakni masyarakat Muslim, maka menjual makanan di siang hari pada bulan
Ramadan dinyatakan sebagai bentuk kemaksiatan. Tentu dengan argumentasi, jika
diduga kuat bahwa pembeli makanan tersebut akan mengkonsumsinya sebagai tanda
tidak melaksanakan puasa dengan tanpa alasan. Sementara, puasa merupakan
kewajiban individual bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat-syarat
melaksanakannya. Pada titik ini, membuka warung dalam pengertian memberi
kesempatan pada orang lain untuk tidak berpuasa dinyatakan sebagai bentuk
ketidaktaatan pada ajaran agama. Dan ketidaktaatan itu dinyatakan sebagai
bentuk dosa. Karenanya, membuka warung untuk tujuan di atas tidak dapat
dibenarkan.
Kedua, sebagaimana
kita ketahui bersama berkaitan dengan merebaknya fenomena penawaran kuliner
pada siang hari di bulan Ramadan. Jika hal tersebut dimaksudkan untuk
menyediakan aneka olahan atau masakan untuk kepentingan berbuka puasa, tentu
penjualan aneka makanan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk
kemaksiatan. Sebaliknya, dikategorikan sebagai jawaz (boleh). Selaras
dengan bagian kedua ini, jika penawaran kuliner dimaksud untuk melayani
orang-orang yang tidak dalam kategori wajib melakukan puasa seperti musafir,
wanita yang menjalani nifas/haid, orang sakit atau anak kecil.
Ketiga, dalam
perspektif kemaslahatan, terutama melihat fenomena penjualan kuliner maupun beroperasinya
warung makan di siang hari pada bulan Ramadan dalam masyarakat yang majemuk,
penyelesaian masalah ini sepatutnya diserahkan pada kebijakan pemerintah.
Diktum kebijakan penguasa ini, dalam kaidah fikih dinyatakan bahwa seluruh
kebijakan pemerintah harus senantiasa disesuaikan dengan situasi dan
kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat yang dimaksud menyangkut
kebutuhan dan hak bagi setiap warga negara. Untuk kepentingan tersebut perlu
dibentuk regulasi yang memadai. Bahwa hak setiap warga harus senantiasa menjadi
jaminan negara. Karenanya, lapangan pekerjaan dengan membuka warung dapat
disesuaikan dengan situasi dan keadaan masyarakatnya. Sekedar untuk memberikan
gambaran situasi ini, warung makan dan yang sejenis dapat diberi ruang terbatas
dengan tidak melebihi kapasitasnya mengganggu orang yang berpuasa. Sebaliknya,
tidak mengekangnya hingga menghilangkan hak masyarakat untuk mendapatkan
pekerjaan. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Zayad
Abd. Rahman, MHI, dosen Hukum Islam Jurusan Syariah STAIN Kediri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar